Hati ini lagi bak sebuah pekerjaan serabutan.
Gak jelas job desk-nya. Gak tetap ketenangannya.
Hati saya sedang labil-labilnya.
Bergolak bak kawah Chandradimuka.
Memanas bagaikan kompor meleduk.
Berkobar-kobar seperti sebuah peristiwa kebakaran.
Saya kira hidup yang berkelok-kelok itu cuman ada di sinetron.
Dramatisasi ditambahkan untuk mendongkrak rating.
Karena sebenarnya penonton suka askese hati.
Tayangan yang adem ayem bakalan gak sampai 5 menit langsung dipindah.
Tapi apa iya kita mau mendapat kelokan itu dalam realita hidup.
Jujur saja saya agak lelah menjalani kelokan itu sepanjang hidup yang saya ingat.
Tapi itu tidak berarti saya mengutuki hidup dan memilih tidur tanpa roh dalam hangatnya tanah ukuran 2 x 3.
Saya masih mau membaca script dari Sang Sutradara.
Entah kemana Ia ingin mengarahkan peran yang saya jalani.
Saya cuma ingin bisa menjadi pemain watakNya.
Yang bisa berperan apa saja - serabutan. Asal sesuai dengan maunya Sutradara.
Saya belum mau dipecat dari hidup.
Karena masih ada yang saya ingin torehkan melalui peran saya.
Bukan untuk saya. Tapi untuk seseorang yang sangat saya kasihi.
Ibu............................................................................................
Contains my writings, drawings, photography. All things that capture my feelings at the time equally.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Dear journal………. Sometimes, I really don’t know the essence of making a relationship. Everything just seems to be more complicated than I th...
-
(tulisan ini tidak mengajak anda membenarkan sebuah kebohongan - karena bagi saya setiap perbuatan salah ada konsekuensinya. Bila sia...
-
Jadi.....perkenalanku dengan kombucha berawal dari Pak Bos yang suka pesan minuman ini. Beliau berlangganan di Heal! Kombucha . Jadilah ku...